FACEBOOK DAN MEJA MAKAN

Akhir tahun 2009, orang-orang yang telah terintegrasikan dirinya dengan internet bertanya-tanya kepada teman atau karib kerabatnya dengan kalimat-kalimat pertanyaan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya: " Kamu punya facebook tidak?" Saat itu, orang yang belum memiliki facebook bahkan belum pernah mendengar kata itu akan tampak kikuk, sebut saja mereka kelompok yang terabaikan dari kemajuan teknologi dan informasi.

Siswa-siswi di berbagai sekolah sudah tentu memiliki pikiran seragam, harus memiliki akun facebook, minimal ketika ditanya oleh temannya bisa menjawab: " Ya, Saya punya akun facebook", meskipun jarang diupdate. Ponsel pintar belum semeriah dan semurah saat ini waktu itu. 80% pengguna internet datang ke warnet untuk mengecek dan mengupdate status facebook mereka. Tahun ini merupakan kuburan bagi jejaring sosial lain seperti friendster. Akun-akun dalam friendster telah menjadi rumah kosong karena ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya.

Ledakan facebook semakin membesar pada paruh pertama tahun 2010, dikagumi dan dimiliki oleh berbagai kelompok umur. Para orangtua tentu memiliki rasa khawatir terhadap eksistensi facebook, mereka takut facebook akan mengalihkan kehidupan anak-anak mereka ke dalam satu lorong kecil dan penguk, hidup dalam satu jejaring sosial namun sama sekali mengabaikan fakta-fakta sosial di sekitar dan dekat dengan kehidupan anak-anak tersebut, dan para orangtua menjadi lebih takut, anak-anak akan lebih senang berlama-lama menatap layar monitor komputer atau ponsel daripada belajar.

Kemajuan teknologi dan informasi selalu berusaha mengimbangi kekhawatiran para orangtua. Produksi ponsel pintar mulai dibangun pada pertengahan tahun 2010, Blackberry dan iPhone generasi pertama masih merajai penyediaan ponsel cerdas bahkan menghantui imaji siapa pun yang ingin memilikinya, harganya pun masih begitu eksklusif. Dari 50 orang, hanya 1-3 orang saja yang bisa mendapatkan gadget eksklusif, ini pun terbatas pada kelompok tertentu. Selebihnya menggunakan ponsel merek lain namun telah terkoneksikan melalui jaringan internet. Orang sudah tidak perlu lagi datang ke warnet hanya sekedar untuk mengupdate status facebook, cukup berlangganan paket data pada penyedia jaringan dan membukanya di ponsel yang telah disiapkan untuk bisa menjelajahi dunia maya.

Para orangtua, meski pun pada mulanya bersikap malu-malu, akhirnya bertanya-tanya dan ingin memiliki akun-akun pada jejaring sosial. Kebutuhan ini berbanding lurus dengan keharusan mereka untuk memiliki ponsel-ponsel yang bisa digunakan berselancar di dunia maya. Walhasil, fakta sosial mereka sebagai orangtua ketika memasuki dunia maya dan jejaring sosial berubah menjadi teman, pengikut, atau yang diikuti anak-anak mereka. Hanya dengan cara itu, memasuki dunia sosial media para orangtua bisa mengintip aktifitas anak-anak mereka. Pada saat-saat tertentu, satu keluarga bisa saling berkomentar antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain dalam jejaring sosial media. Facebook dan jejaring sosial media lain telah menjelma menjadi sebuah meja makan tempat anggota keluarga berkumpul.

Jika tiga tahun lalu, para orangtua merasa khawatir terhadap anak-anak mereka dalam menggunakan jejaring sosial media, saat ini justru sebaliknya, anak-anak merasa risi dan khawatir terhadap orangtua mereka yang telah menjadikan jejaring sosial media seperti layaknya sebuah meja makan. Kondisi ini telah menggiring banyak remaja di negara Amerika dan Eropa untuk meninggalkan sesaat facebook dan menggunakan jejaring sosial media lain yang lebih spesifik dan sesuai kebutuhan, yang lainnya tetap bertahan namun jarang mengupdate status seperti seorang anak yang hanya duduk sambil mengunyah makanan menghadap sebuah meja makan tanpa berbicara.

Setiap apa pun selalu memiliki masa kejayaan di saat dan di era tertentu. Di tahun 70-80an, bioskop-bioskop akan membludak dipadati penonton saat film Rhoma Irama diputar. Tahun 2004-2009, jejaring sosial media friendster menjadi trend di kalangan para pelajar , mahasiswa, dan remaja. Dan setiap apa pun, pada saat-saat tertentu akan mengalami stagnasi atau hancur sama sekali. Tanpa kecuali, jejaring sosial media yang masih digunakan keberadaannya saat ini, pada suatu waktu akan sepi seperti rumah kosong yang ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya. Eksodus besar-besaran akan terjadi lalu memadati rumah baru mereka, sebuah perkampungan bernama dan berwajah baru namun dengan substansi yang sama: manusia harus tetap berkomunikasi satu dengan yang lainnya, berinteraksi tanpa batas, dan ingin diakui eksistensinya oleh orang lain entah dengan cara narsis atau pun wajar. [ ]

KANG WARSA | RJFM 107.9 MHz

Dikirim melalui BlackBerry®

Posting Komentar untuk "FACEBOOK DAN MEJA MAKAN"