TENTANG NATAL

Isa atau Jesus, jika merujuk kepada sumber-sumber dalam berbagai literatur tidak dilahirkan pada bulan Desember. Di dalam Gospel sendiri disebut, kelahiran Jesus bertepatan ketika bintang di ufuk Timur benderang dan para penggembala domba sedang saatnya mengembalakan dombanya di padang-padang dekat oase di pinggiran Jerussalem, tentu ini bertepatan dengan musim semi, sekitar bulan April.

Dalam tradisi semit dan Hittit, sebelum para nabi mengajak manusia kembali kepada Tauhid, dikenal beberapa dewa, karena pandangan mereka dipengaruhi oleh animisme, dewa tertinggi mereka sematkan kepada matahari, dewa matahari. Asimilasi antara berbagai peradaban, seperti; Romawi dan Judaisme-Semit menghasilkan hal baru dalam keyakinan. Perpaduan antara tradisi Romawi yang meyakini dewa matahari dengan tradisi Judaisme yang meyakini Yahweh sebagai Dzat tertinggi pun terjadi.

Keyakinan baru ini muncul di era Raja Konstantin. Karena setiap tanggal 25 Desember, jauh sebelum Jesus lahir hingga di era kekuasaannya, rakyat dan negara-negara taklukan Romawi selalu memperingati hari kelahiran Dewa Matahari, Konstantin yang telah memeluk Kristen Awal tetap mempertahankan keyakinan dan tradisi Romawi tersebut dengan diadaptasikan ke dalam keyakinan barunya. Kedudukan Dewa Matahari diganti oleh Isa, meski pun Jesus sendiri tidak dilahirkan pada 25 Desember. Hingga saat ini, perayaan Natal sebagai kelahiran Dewa Matahari yang disandingkan dan digantikan dengan Natalitas Jesus terus diperingati oleh hampir 3/4- penduduk dunia.

Banyak sekali BC yang masuk ke dalam BBM saya, mengenai hukum mengucapkan "Selamat Hari Natal". Bagi saya sendiri, tidak menjadi soal apakah orang mengucapkannya atau tidak. Karena sejauh ini, kita sering disibukkan dalam perdebatan wacana, bahkan dalam wacana kita seolah membenci satu hal sementara dalam praktek keseharian, kita sering bertolak belakang dengan apa yang kita wacanakan, termasuk Saya sendiri. Kita sering terjebak, tradisi-tradisi yang tidak ada kaitannya dengan keyakinan sering dikait-kaitkan oleh dugaan dan sangkaan kita sendiri.

Saya sering berpikir, sebagai contoh, seorang muslim ketika berkata Halelujah tidak serta merta menjadi murtad sebab secara semantik Halelujah bukan apa-apa, kecuali ucapan yang telah dikatakan oleh Nabi Daud (David) saat memuji Tuhan. Seorang Kristiani pun tidak serta merta keluar dari agamanya ketika mengatakan Allohu Akbar.

Dalam diri manusia telah tertanam untuk meyakini adanya Dzat Tertinggi. Persoalan tampak sering muncul ketika keyakinan ini dipolitisasi, dilembagakan, dan dinegarakan. Seperti Konstantin yang melembagakan Natal sebagai kelahiran Dewa Matahari kemudian diklaim sebagai Kelahiran Jesus. Atau munculnya aliran-aliran politik dalam Islam yang telah membawa ummat pada perpecahan, saling tuduh kafir dengan orang yang telah bersyahadat. Sementara ajaran sendiri datang untuk mendamaikan, menentramkan, bukan sebaliknya. [ ]

KANG WARSA | RJFM 107,9 MHz

Dikirim melalui BlackBerry®

Posting Komentar untuk "TENTANG NATAL"