AKSARA SUNDA

Aksara dan huruf merupakan simbol, proyeksi penting dari bahasa verbal ke dalam tulisan agar mudah dimengerti. Keefektifannya tentu bukan sekedar simbol yang tersembunyi dalam sandi-sandi, dia harus jelas dan bisa dipahami oleh umum. Bukan aksara atau huruf bergenre morse hanya dimengerti oleh beberapa orang atau kelompok tertentu.

Sejarah manusia, dalam The Third Wave -Toffler - , gelombang pertama terjadi saat manusia mulai mengenal tulisan. Mampu membahasakan pikiran dan verbal ke dalam aksara dan tulisan. Noam Chomski, belum mengurai secara utuh kenapa tiba-tiba pada waktu yang hampir bersamaan beberapa peradaban terbentuk dan telah menggunakan jenis huruf serta bahasa yang berbeda-berbeda. Kaum evolusionis pun menemui kebuntuan dan kemandulan alasan serta dalil yang sahih demi munculnya peristiwa besar pada kurun waktu 10.000-6.000 tahun lalu.

Beberapa peradaban, seperti Mesir Kuno, pada 4.000-3.000 tahun lalu telah melahirkan huruf ‘hieroglif’ diyakini simbol-simbol ini bukan sekedar aksara kecuali mengandung nilai mistis. Agar perundang-undangan bisa dikodifikasikan, bangsa mesir menuliskannya pada batu dan kertas dari pohon papyrus. Meski pun kodifikasi peraturan kuno baru diyakini terjadi di era Babilonia saat Hammurabi berkuasa (1.792-1.750 SM). Hanya saja, pada 4.000-3.000 tahun lalu bukan hanya bangsa Mesir kuno yang telah menemukan dan mengenal aksara, di daerah lain seperti Mesopotamia, aksara berjenis paku pun ditemukan. Lebih dari itu, pada abad ke 20-17 SM, peradaban Mesopotamia telah melahirkan tiga karya sastra besar; Enuma Elish, Epic Gigamesh, dan Athrahasis. Peradaban Mohenjodaro dan Harrapa juga demikian, huruf pallawa telah digunakan oleh Manu dalam menyusun kitab Manusastra.

Lompatan besar peradaban manusia semakin terlihat pada abad ke-7 SM masehi. Bangsa Romawi menemukan dan memakai alfabet latin untuk menuliskan bahasa Latin. Diyakini oleh beberapa ahli, alfabet latin ini tidak berdiri sendiri, sebab pada waktu itu, orang-orang Romawi belajar menulis kepada orang Etruria, alfabet Etruska orang-orang Etruria merupakan adaptasi dari alfabet Fenisia, dan alfabet Fenisia ini merupakan perubahan evolutif dari aksara hieroglif Mesir. Romawi sebagai sebuah imperium besar meyakini, bahasa dan alfabet latin harus disebar dan dipaksakan secara evolutif kepada daerah-daerah kodomain. Ini berhasil, alfabet latin menjadi aksara terbesar di dunia, diadopsi dan diadaptasi oleh hampir seluruh bangsa di dunia. Hal ini terjadi karena bersungguh-sungguhnya imperium Romawi dalam menyebarkan alfabet latin ini. Keypad HP dan keyboard di depan Kita contohnya. Adaptasi alfabet Fenisia ke dalam alfabet Romawi ini bahkan bisa melupakan akar sejarah dan asal-usul alfabet latin itu sendiri.

Alfabet hijaiyyah (Arab) pun mulai menyebar sebagai aksara pergaulan pada abad ke 6 SM. Adaptasi dari aksara Aramia berbahasa Nabatae begitu kental tersurat dalam aksara Arab ini. Hingga pada akhirnya, alfabet ini pun digunakan untuk menerjemahkan bahasa transendental wahyu ke dalam aksara Arab dalam kitab Suci Al-Quran. Kesadaran para khalifah dalam imperium Islam untuk menyebarluaskan alfabet dan bahasa mereka telah menghasilkan jenis peradaban baru, budaya tulis-menulis semakin menjamur, perpustakaan-perpustakaan dan madrasah dibangun secara sporadis di jaman Abbasiyyah. Pada era tersebut, translatasi literatur-literatur dari bahasa Yunani ke Arab dilakukan. Garaudy dan Sardar menyebutkan: translatasi ini merupakan awal bangkitnya kembali peradaban Barat. Di era keemasan tersebut, bayaran terbesar akan diberikan oleh kholifah-kholifah dinasti Abbasiyyah kepada para guru, sarjana, dan filsuf, bukan kepada politisi. Imbasnya, berbagai disiplin ilmu dalam alfabet dan bahasa Arab menyebar begitu gempita ke berbagai wilayah.

Peradaban Mohenjodaro dan Harappa menyebarkan aksara dan bahasa mereka ke wilayah Asia Selatan dan Tenggara. Huruf pallawa menyebar sebagai aksara pergaulan di wilayah-wilayah ini kemudian diadaptasi ke dalam varian bahasa seperti Thai, Viet, bahkan oleh bangsa-bangsa di Nusantara sebelum masuknya alfabet Arab yang dibawa oleh para penyebar Islam. Beberapa prasasti baik yang terdapat dalam batu, candi, dan daun-daun lontar memberitakan aksara pallawa telah dikenal secara luas antara tahun 1.000-1.400 di Nusantara.

Lantas, bagaimana dengan aksara Sunda? Ada beberapa kemiripan antara aksara Sunda dengan Pallawa namun kemiripan ini tidak terlalu signifikan. Begitu berbeda dengan kemiripan alfabet latin dengan alfabet Etruska atau alfabet Arab dengan alfabet Aramia-Nabatae. Apakah jauh sebelum masuknya peradaban Hindustan ke Tatar Sunda ini para karuhun Sunda telah menghasilkan alfabet Sunda secara tersendiri tanpa adaptasi dari huruf lain? Ini harus dijawab dengan penelitian serius dan panjang. Ada beberapa kemungkinan: pertama, aksara Sunda merupakan aksara tersendiri, bukan adaptasi dari alfabet Pallawa. Ini terlihat dari jenis dan karakter aksara Sunda, begitu berbeda dengan huruf pallawa. Kedua, proses evolusi aksara dan bahasa Sunda tidak begitu memerlukan waktu lama, berbeda dengan adaptasi dari jenis huruf Fenisia-Etruska ke dalam alfabet latin, dia memerlukan waktu hampir 6 abad. Atau alfabet Aramia-Nabatae menjadi alfabet Arab memerlukan waktu 4-5 abad.

Namun, di era Orde Baru, penelitian apa pun terhadap sejarah lokal sering dibatasi bahkan dilarang. Sejarah hanya dimasukkan ke dalam rak-rak kehidupan, diklasifikasikan berdasarkan runtut peristiwa dan kejadian. Buku sejarah pesanan pun menjadi harga mati, seolah menjadi kitab suci tanpa perlu direvisi. Aksara Sunda disama dan disamarkan dengan huruf pallawa. Di tahun 70-90an, seluruh sekolah di Jawa Barat dalam pangajaran Basa Sunda akan diajarkan penulisan alfabet pallawa yang disundakan: ha na ca ra ka da ta sa wa la. Hal ini sama dilakukan di sekolah-sekolah di Jawa Tengah dan Timur hanya berbeda pelafalan saja.

Harga mahal yang harus dibayar atas kebijakan ‘bodoh’ orde baru di masa lalu adalah: generasi 90-2000an bahkan generasi sebelumnya menjadi bangsa yang tidak fokus terhadap warisan leluhurnya. Alfabet dan huruf saja harus mengadaptasi dari huruf pallawa toh pada akhirnya bangsa ini malah menggunakan alfabet latin sebagai alfabet resmi dalam kehidupan daripada menggunakan huruf pallawa yang dibanggakan oleh trah Majapahit di era rejim Soeharto. Aksara Sunda bukan saja timbul tenggelam tapi benar-benar sedang sakit parah hingga sekarang. Bukan hanya dibunuh melalui jalur politik di era Orla dan Orba, juga dimutilasi oleh diri kita sendiri dengan cara ditempatkan pada tempat yang sulit dijangkau oleh anak-cucu kita. Tugas cendikiawan dan para akademisi Sunda adalah menyatukan kembali perasaan orang Sunda dengan peradaban mereka! [ ]

KANG WARSA | GURU BASA SUNDA

Posting Komentar untuk "AKSARA SUNDA"