Siswa Bukan Robot

Rancho diperankan oleh Aamir Khan dalam 'Three Idiots' merupakan perwakilan manusia merdeka, bukan manusia konsepsionalis. Baginya, sekolah bukan pencetak pelajar berjiwa robot dan tekstual. Dengan kemerdakaan menuntut ilmu, dia bisa masuk dan belajar ke kelas mana yang dia sukai. Kadang dia lebih banyak menghabiskan waktu di luar kelas karena sering diusir oleh dosen. Namun, setiap ujian, dia selalu menempati urutan pertama di atas seorang mahasiswa bernama Chatur Ramalingan, manusia kutu buku, sang robot yang percaya pada: survival of the fittest, pengejar kesuksesan.
Pada akhirnya, bagi Rancho, ijazah pun diberikan kepada anak tuan yang membesarkannya. Rancho bukan nama dirinya, Rancho adalah nama anak majikannya. Ya, ijazah dengan nama Rancho tersebut menjadi milik orang lain. Nama aslinya Punsukh Wangdu, sama sekali tidak memiliki ijazah dari SD-Perguruan Tinggi. Tanpa ijazah, Wangdu mendirikan Sekolah Dasar dimana setiap siswa diposisikan sesuai dengan bakat, minat, dan kecerdasannya. Setiap siswa belajar di ruang terbuka, berbahagia tanpa harus dibatasi oleh sekat dan kelas-kelas seperti penjara dan sel-sel bui yang lapuk dan lembab.
Itu hanya ada di dalam cerita sebuah film. Fakta-fakta yang sekarang terjadi adalah: hampir setiap sekolah di negara ini melakukan persaingan, memberikan penghargaan kepada siswa-siswa "berprestasi", menempatkan para siswa tersebut pada sekat dan tempat yang sulit terjamah oleh siswa berkasta "minim prestasi". Sekolah telah menjelma menjadi pusat karantina para pesaing, menjelma menjadi "kawah candra dimuka" pengkastaan para siswa. Siswa "berprestasi" ditempatkan pada pyramida puncak di atas siswa "minim prestasi". Ukuran kecerdasan di lembaga pendidikan adalah mampu menghafal buku-buku lusuh secara tekstual.
Sebenarnya, jika ukuran itu digunakan, Saya katakan kepada kalian wahai Para Siswa, kalian bisa menghafal setiap bab buku pelajaran jika mau. Bacalah berulang-ulang buku tersebut, kalian akan jadi manusia jenius versi kaum konsepsional yang hanya memahami kecerdasan manusia secara linear.
Padahal, setiap individu, setiap siswa memiliki keistimewaan. Tidak hanya harus dibatasi oleh siswa "berprestasi" dan siswa "minim prestasi". Jika masih ada sekolah memiliki pola pengajaran seperti itu, sebenarnya sekolah tersebut bukan telah melahirkan siswa-siswa berprestasi tapi telah melahirkan ribuan siswa "minim prestasi". Alasannya? Dari sekian ribu siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah tersebut jumlah siswa "berprestasi" masih bisa dihitung dengan jari kaki dan tangan. Selebihnya adalah siswa-siswa "minim prestasi".
Sejak menjadi guru, Saya sama sekali menolak memberikan nilai dengan angka-angka kepada para siswa. Namun sistem di negara ini memang demikian. Saya sering mengatakan kepada para siswa: " Kalian tidak ada yang bodoh, semua memiliki kecerdasan masing-masing. Saya tidak menginginkan kalian menjadi juara melulu, jadilah siswa baik, mau belajar, senang belajar, dan jujur dalam belajar. Dengan hal itu, maka kesuksesan di masa depan akan menghampiri kalian! "
Kang Warsa

Sent from my BlackBerry®




Posting Komentar untuk "Siswa Bukan Robot"