Bantuan Kuota Internet Harus Tepat Sasaran

Pemerintah melakukan penyesuaian mekanisme teknis pendistribusian bantuan kuota data internet. Salah satunya adalah melakukan pengecualian penyaluran kepada penerima yang hanya menggunakan kurang dari 1 gigabita.


Mekanisme teknis penyaluran bantuan kuota data internet mengalami penyesuaian. Salah satunya adalah pemerintah tidak akan menyalurkan kembali bantuan kepada penerima yang hanya mengonsumsi kuota kurang dari 1 gigabita.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebut telah mengajukan anggaran bantuan kuota data internet Maret-Mei 2021 sebesar Rp 2,6 triliun. Untuk penyaluran periode Maret 2021, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikbud M Hasan Chabibie mengatakan, pihaknya menggunakan basis data penerima bulan November-Desember 2021, yaitu 35 juta siswa, mahasiswa, guru, dan dosen. Lima juta diantaranya terdeteksi hanya menggunakan kuota data di bawah 1 gigabita (GB).

Bantuan kuota data internet pada Maret-Mei 2021 akan diberikan kepada penerima yang pernah memperoleh pada periode sebelumnya. Pemerintah mengecualikan penyaluran kepada penerima terdahulu yang mengonsumsi kurang dari 1 GB (Kompas, 4/3/2021).

Sementara bagi peserta didik dan pendidik yang belum pernah menerima atau penerima terdahulu punya nomor telepon seluler baru, mereka tetap boleh mengajukan berkas. Operator sekolah mendata, lalu kepala sekolah mengunggah surat pernyataan tanggung jawab mutlak ke pemerintah. Pemerintah akan menyalurkan bantuan kepada kelompok seperti itu pada periode pendistribusian April 2021.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji saat dihubungi, Kamis (4/3/2021), di Jakarta, memandang, kebijakan pemerintah seperti itu membenarkan dugaan publik sejak awal program dirintis.

Dari awal kami berharap, pemerintah memetakan terlebih dulu calon penerima yang benar-benar membutuhkan subsidi kuota data internet. Jadi, anggaran negara terpakai optimal.(Ubaid Matraji)


"Dari awal kami berharap, pemerintah memetakan terlebih dulu calon penerima yang benar-benar membutuhkan subsidi kuota data internet. Jadi, anggaran negara terpakai optimal," ujarnya.

Ubaid memandang, data pokok pendidikan (Dapodik) sebenarnya telah berisi data lengkap profil siswa, pendidik, dan sekolah. Dinas pendidikan juga bisa digerakkan untuk memetakan kondisi sehingga bisa melengkapi. Seandainya upaya itu dilakukan, bantuan kuota data internet lebih tepat sasaran.

Menurut dia, hasil evaluasi bantuan kuota data internet tahun lalu bisa jadi acuan pendistribusian Maret-Mei 2021. Hasil itu bisa dipakai melihat penerima yang benar-benar membutuhkan.

"Program bantuan kuota data internet berhubungan dengan keuangan negara. Pemerintah jangan menyampaikan 'data kemungkinan'," kata Ubaid.


Guru SD Negeri 2 Guli Rinda Astuti (31) mendatangi rumah muridnya untuk mengajar secara tatap muka di Desa Guli, Nogosari, Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (30/7/2020).

Dukungan lain

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo berpendapat, adanya data penerima yang menggunakan kuota bantuan kurang dari 1 GB belum tentu kesalahan siswa atau guru. Ada kemungkinan mereka itu tinggal dan bersekolah di wilayah yang kualitas jaringan seluler buruk. Jadi, pemakaian kuota bantuan tidak maksimal.

Apabila situasi itu yang terjadi, dia menilai, sikap pemerintah dengan menetapkan pengecualian pendistribusian tidak bijaksana. Apalagi, jika pemerintah terbukti tidak memberikan dukungan pembelajaran lain yang memadai.

Ada kemungkinan lain, penerima bantuan kuota data internet yang terdeteksi hanya mengonsumsi kurang dari 1 GB tinggal di perkotaan. Lalu, mereka punya fasilitas perangkat internet nirkabel (wifi).

"Kami harap, pemerintah lebih transparan ke publik profil data pemakaian beserta hasil kajian," tutur dia.

Guru SMK Negeri 4 Berau, Kalimantan Timur, Syainal, saat dihubungi terpisah, menceritakan, pada tahun 2020, dia bersama guru dan siswa satu sekolah tidak menerima bantuan kuota data internet. Padahal, dia mengklaim, berkas surat pernyataan tanggung jawab mutlak nomor telepon seluler sudah diunggah.

"Tahun lalu, program bantuan berlangsung empat bulan. Namun, tak satupun kami terima," ujar dia.

SMK Negeri 4 Berau berada di wilayah yang terkoneksi dengan jaringan telekomunikasi seluler, tetapi kualitas layanan tidak maksimal. Bantuan kuota data internet dari Kemendikbud tetap ditunggu, meski sekolah menyadari pemakaiannya tidak optimal.

Oleh karena itu, Syainal mengatakan, sekolah kembali mengajukan berkas nomor telepon seluler guru dan siswa agar memperoleh bantuan kuota data internet dari Kemendikbud.

"Kami sebenarnya lebih sepakat kalau ada bantuan dalam bentuk lain untuk menunjang pembelajaran bagi kami yang berada di daerah pelosok. Pemerintah daerah juga tampaknya belum kunjung mendukung," kata dia.

Sekolah tempatnya bekerja lebih memprioritaskan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk membangun infrastruktur protokol kesehatan demi pembelajaran tatap muka terbatas. Siswa seminggu sekali datang ke sekolah mengambil modul pembelajaran berisi materi dan tugas. Kemudian, mereka mengerjakannya di rumah.

"Realisasi penyaluran bantuan kuota data internet kurang tepat, jika kini pemerintah kini menurunkan volume kuota dan melakukan pengecualian penyaluran kepada penerima yang menggunakan di bawah satu GB. Kami tetap berharap ada dukungan lain ke sekolah-sekolah di pelosok," imbuh Syainal.

Group Head Corporate Communication PT XL Axiata Tbk Tri Wahyuningsih saat dihubungi terpisah, mengatakan, belum ada info detail mengenai penyebab adanya penerima bantuan yang hanya menggunakan kuota kurang dari 1 GB.

Di luar itu, dia menyebut perusahaan kembali berpartisipasi dalam pembangunan jaringan telekomunikasi seluler di daerah pelosok dengan skema dana layanan universal (USO) dari Kemkominfo. Pada tahap awal tahun 2021, target XL Axiata bisa membangun di 90 titik wilayah.

Persoalan administrasi

Mendikbud Nadiem Anwar Makarim mengatakan, penyebab peserta didik dan pendidik belum menerima bantuan kuota data internet kemungkinan karena permasalahan administrasi. Persoalan itu semestinya segera diselesaikan oleh sekolah dan dinas pendidikan.

"Saya minta tolong kepala satuan pendidikan negeri ataupun swasta dan dinas pendidikan agar mengurus administrasi sebaik mungkin. Jadi, peserta didik bisa menikmati kuota internet," ujar dia saat menghadiri dialog “Mendedar Kuota Belajar” yang diselenggarakan secara daring oleh Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Rabu (3/3/2021), di Jakarta.

Nadiem juga mengklaim, kebijakan program kuota data internet Maret-Mei 2021 sudah menyertakan masukan dari masyarakat. Penjatahan kuota umum dan kuota belajar yang pernah diberlakukan pun ditiadakan sehingga hanya ada kuota umum.

Kuota umum itu bisa dipakai mengakses laman dan aplikasi apapun, termasuk YouTube. Pemerintah sudah blokir laman dan aplikasi yang bersifat hiburan.

"Dana BOS masih dapat dipakai untuk kebutuhan paket data internet. Saya tidak tahu apakah tahun ajaran baru nanti masih ada program bantuan kuota data internet," imbuh dia.

Hasan menambahkan, hasil evaluasi Kemendikbud menunjukkan kuota bantuan paling banyak dipakai untuk mengakses Zoom, mesin pencari Google, YouTube, dan WhatsApp. Oleh karena itu, pada periode penyaluran bantuan sekarang Kemendikbud menetapkan fleksibilitas penggunaan kuota. Kemendikbud hanya memblokir laman ataupun aplikasi yang bersifat hiburan.

Berdasarkan data Kemendikbud, target penerima bantuan kuota data internet adalah seluruh peserta didik dan pendidik di satuan pendidikan negeri dan swasta. Pada tahun lalu, jumlah target penerima mencapai 50.704.847 siswa, 3.424.176 guru, 5.156.850 mahasiswa, dan 257.217 dosen. Total nilai bantuan Rp 7,2 triliun.

Mengenai lima juta orang penerima yang terdeteksi hanya mengonsumsi kurang dari 1 GB, Hasan menyebut ada kemungkinan mereka punya opsi cara mengakses internet yang lain.

"Kami hanya mengembalikan anggaran negara untuk jatah peserta didik dan pendidik yang sama sekali tidak menerima bantuan. Kalau peserta didik dan pendidik menerima dan menggunakan kurang dari 1 GB, dananya tidak dikembalikan ke negara," kata Hasan.

Masa aktif kuota bantuan adalah 30 hari. Pemberlakuan ini dinilai sudah tepat.

Hasan mengilustrasikan, penyaluran bulan Mei 2021 dilakukan pada tanggal 15. Maka, masa aktif kuota bantuan itu sampai tanggal 15 bulan Juni 2021. Pada bulan itu, aktivitas belajar-mengajar biasanya juga sudah berkurang drastis.

Kelanjutan program bantuan kuota data internet juga tidak dapat dipastikan. Sebab, menurut dia, pada Juli 2021 atau awal pembelajaran tahun ajaran 2021/2022 pemerintah telah mengarahkan agar mulai pembelajaran tatap muka terbatas.

Sumber: KOMPAS
Kang Warsa
Kang Warsa Sering menulis hal yang berhubungan dengan budaya, Bahasa, dan kasukabumian.

Posting Komentar untuk "Bantuan Kuota Internet Harus Tepat Sasaran"