Paguron Silat "Setia Galuh" telah mendidik anak-anak di daerah Cisemplak, Wangunreja, sejak tahun 1980-an.
Diakui oleh Abah Di'ung, seorang pimpinan paguron tersebut, mendidik dan melatih anak-anak belajar silat bagi dirinya merupakan tugas sekaligus tanggung jawab dalam melestarikan salah satu budaya sunda.
Anak-anak dari usia 4 tahun hingga usia SLTA dididik "menca" setiap Sabtu malam di halaman rumah kakek berumur 59 tahun tersebut.
Seorang tokoh setempat, Abah One, menyebutkan, pembinaan pencak silat dan upaya-upaya masyarakat Wangunreja dalam melestarikan budaya Sunda tidak hanya dilakukan di Kampung Cisemplak saja.
" Kampung-kampung di lereng pegunungan ini, yang memanjang dari Ciurug hingga Cijolang masih intens mengembangkan kesenian-kesenian daerah (Sunda)." Kata Abah One kepada Sukabumi Discovery.
Abah Di'ung menguatkan pernyataan Abah One, " Di Ciwangun, kegiatan yang sama pun dilakukan, Kang Opa mengembangkan seni bela diri di daerah tersebut".
Paguron Silat "Setia Galuh" memang telah memiliki waditra seni sendiri. Alat-alat tetabuhan untuk mengiringi "menca" disiapkan setiap sabtu malam.
Hal tersebut menjadi salah satu nilai lebih, kecuali mengajarkan pencak silat kepada anak-anak, Abah Di'ung dan para penabuh alat musik tradisonal - seperti kendang, goong, dan terompet- mengajari para pemuda bagaimana cara memainkannya.
" Hasil dari kegiatan ini adalah; kita tidak kehilangan budaya dan nilai-nilai yang telah diciptakan oleh para pendahulu kita dan setiap ada perhelatan seni pencak silat, anak-anak Cisemplak selalu tampil mempertontonkan kemampuan silatnya." Ungkap Abah Di'ung. " Dan ini menjadi kebanggaan bagi Si anak juga bagi orangtua mereka." Lanjutnya.[ ]
Kang Warsa | Sukabumi Discovery
Diakui oleh Abah Di'ung, seorang pimpinan paguron tersebut, mendidik dan melatih anak-anak belajar silat bagi dirinya merupakan tugas sekaligus tanggung jawab dalam melestarikan salah satu budaya sunda.
Anak-anak dari usia 4 tahun hingga usia SLTA dididik "menca" setiap Sabtu malam di halaman rumah kakek berumur 59 tahun tersebut.
Seorang tokoh setempat, Abah One, menyebutkan, pembinaan pencak silat dan upaya-upaya masyarakat Wangunreja dalam melestarikan budaya Sunda tidak hanya dilakukan di Kampung Cisemplak saja.
" Kampung-kampung di lereng pegunungan ini, yang memanjang dari Ciurug hingga Cijolang masih intens mengembangkan kesenian-kesenian daerah (Sunda)." Kata Abah One kepada Sukabumi Discovery.
Abah Di'ung menguatkan pernyataan Abah One, " Di Ciwangun, kegiatan yang sama pun dilakukan, Kang Opa mengembangkan seni bela diri di daerah tersebut".
Paguron Silat "Setia Galuh" memang telah memiliki waditra seni sendiri. Alat-alat tetabuhan untuk mengiringi "menca" disiapkan setiap sabtu malam.
Hal tersebut menjadi salah satu nilai lebih, kecuali mengajarkan pencak silat kepada anak-anak, Abah Di'ung dan para penabuh alat musik tradisonal - seperti kendang, goong, dan terompet- mengajari para pemuda bagaimana cara memainkannya.
" Hasil dari kegiatan ini adalah; kita tidak kehilangan budaya dan nilai-nilai yang telah diciptakan oleh para pendahulu kita dan setiap ada perhelatan seni pencak silat, anak-anak Cisemplak selalu tampil mempertontonkan kemampuan silatnya." Ungkap Abah Di'ung. " Dan ini menjadi kebanggaan bagi Si anak juga bagi orangtua mereka." Lanjutnya.[ ]
Kang Warsa | Sukabumi Discovery
Posting Komentar untuk "Paguron Setia Galuh"
Sila kirim tanggapan atau saran...