Bacalah artikel ini sebagai tambahan informasi untuk kalian (Siswa-siswi MTs dan MA Riyadlul Jannah)
Publik apresiasi kerja-kerja pemerintah di bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial, terutama mengatasi dampak pandemi.Namun, kinerja di bidang politik dan hukum tetap jadi pekerjaan rumah yang mesti diperhatikan serius.
Mayoritas publik (70 persen responden) yakin pemerintah mampu mengatasi pandemi Covid-19. Keyakinan ini dapat menjadi modal sosial bagi pemerintah untuk makin agresif menangani pandemi dan dampak ikutannya.
Publik mengapresiasi kerja-kerja pemerintah di bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial, terutama dalam mengatasi dampak pandemi. Namun, kinerja di bidang politik dan hukum tetap menjadi pekerjaan rumah yang mesti diperhatikan.
Kesimpulan ini terekam dari dua hasil survei Litbang Kompas pada Agustus 2020 dan Januari 2021. Menurut hasil kedua survei itu, terdapat sedikit kenaikan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah secara umum. Pada Agustus 2020, tingkat kepuasan publik sebesar 65,9 persen. Angka ini meningkat menjadi 66,3 persen di Januari 2021.
Apresiasi yang cenderung meningkat ini ditopang kinerja pemerintah menangani pandemi. Berdasarkan hasil survei, tiga dari lima responden menyatakan puas atas tindakan pemerintah pusat dalam menangani pandemi. Jika dirinci, kepuasan ini bersumber pada kemampuan negara dalam menyediakan fasilitas kesehatan bagi yang terinfeksi dan pencegahan penularan Covid-19.
Penilaian publik terhadap kinerja pemerintah terkait penanganan pandemi ini turut mendongkrak keyakinan publik. Hasil survei mencatat, hampir 70 persen responden percaya pemerintah telah mengambil kebijakan tepat untuk menangani pandemi Covid-19.
Keyakinan publik ini semestinya menjadi modal sosial bagi pemerintah untuk lebih agresif dalam penanganan pandemi, khususnya penyebaran Covid-19. Saat ini, pertumbuhan kasus positif harian masih konsisten di atas 6.000 orang. Angka ini relatif sudah menurun jika dibandingkan Januari 2021 yang mencapai 14.000 orang. Namun, tetap akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menurunkan jumlah kasus positif Covid-19 ini.
"Penilaian publik terhadap kinerja pemerintah terkait penanganan pandemi ini turut mendongkrak keyakinan publik. Hasil survei mencatat, hampir 70 persen responden percaya pemerintah telah mengambil kebijakan tepat untuk menangani pandemi Covid-19"
Dari tren positif apresiasi publik pada kinerja pemerintah ini, sebagian besar memang ditopang oleh kinerja di bidang kesejahteraan sosial dan ekonomi. Angka kepuasan publik di bidang kesejahteraan sosial, misalnya, meningkat dari 61,6 persen pada Agustus 2020 menjadi 67,2 persen pada Januari 2021. Publik menghargai kerja-kerja pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pengentasan rakyat miskin.
Jalannya aktivitas pendidikan di tengah pandemi menjadi poin dengan kenaikan tingkat apresiasi paling dramatis dari kinerja pemerintah di bidang kesejahteraan sosial ini. Dengan segala keterbatasan, sebesar 66 persen responden menyatakan puas dengan kinerja pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan. Angka tersebut lebih tinggi sekitar 5 persen dibandingkan dengan capaian sebelumnya. Hal senada terjadi di bidang kesehatan yang juga memiliki tren positif yang ditandai dengan kenaikan tingkat kepuasan publik sebesar 2,6 poin menjadi 70,6 persen.
Peningkatan apresiasi juga terjadi terhadap kinerja pemerintah dalam pemulihan ekonomi. Sebanyak 60 persen responden puas, naik 5,1 poin dari survei Agustus lalu, yakni 52,8 persen responden puas dengan kinerja pemulihan ekonomi. Upaya pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan mengalami lonjakan paling tinggi, yakni 10 persen.
Politik dan hukum
Jika apresiasi terhadap kinerja pemerintah di bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial meningkat, sebaliknya kinerja pemerintah di bidang politik dan hukum cenderung stagnan. Di mata responden, kinerja di bidang ini cenderung melambat.
Di bidang politik dan keamanan, misalnya, tingkat kepuasan responden justru menurun 3,6 persen dari 70,8 persen pada Agustus 2020 menjadi 67,2 persen pada Januari 2021. Isu jaminan kebebasan berpendapat mengalami penurunan paling tinggi dari semula 66,8 persen menjadi 63,7 persen.
Catatan Kontras, ada 157 kasus pelanggaran, pembatasan, atau serangan terhadap kebebasan sipil (hak berserikat, berkumpul, dan berekspresi) selama Oktober 2019-September 2020. Khusus di ruang maya, Safe-Net mencatat, per April 2020 telah ada 209 orang yang ditangkap akibat pendapatnya yang diunggah di internet. Sementara dalam lima tahun terakhir, sebanyak 744 orang ditangkap dan 676 di antaranya dipenjara atas pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Terpasungnya kebebasan berpendapat berakibat kian sempitnya ruang kebebasan sipil di Indonesia. Hal ini bukanlah preseden yang baik bagi demokrasi. Tak heran, dunia internasional pun ikut melihat gejala degradasi demokrasi di Indonesia. The Economist Intelligence Unit mencatat, skor indeks demokrasi di Indonesia pada 2020 turun di angka 6,30 dan menduduki peringkat ke 64 dari 167 negara yang dinilai. Capaian ini jauh di bawah negara tetangga, seperti Malaysia (7,19) yang berada di peringkat 39 dan Timor Leste (7,06) yang duduk di peringkat 44. Demokrasi di Indonesia tergolong demokrasi cacat (flawed democracy).
Peningkatan apresiasi juga terjadi terhadap kinerja pemerintah dalam pemulihan ekonomi. Sebanyak 60 persen responden puas, naik 5,1 poin dari survei Agustus lalu, yakni 52,8 persen responden puas dengan kinerja pemulihan ekonomi. Upaya pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan mengalami lonjakan paling tinggi, yakni 10 persen.
Politik dan hukum
Jika apresiasi terhadap kinerja pemerintah di bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial meningkat, sebaliknya kinerja pemerintah di bidang politik dan hukum cenderung stagnan. Di mata responden, kinerja di bidang ini cenderung melambat.
Di bidang politik dan keamanan, misalnya, tingkat kepuasan responden justru menurun 3,6 persen dari 70,8 persen pada Agustus 2020 menjadi 67,2 persen pada Januari 2021. Isu jaminan kebebasan berpendapat mengalami penurunan paling tinggi dari semula 66,8 persen menjadi 63,7 persen.
Catatan Kontras, ada 157 kasus pelanggaran, pembatasan, atau serangan terhadap kebebasan sipil (hak berserikat, berkumpul, dan berekspresi) selama Oktober 2019-September 2020. Khusus di ruang maya, Safe-Net mencatat, per April 2020 telah ada 209 orang yang ditangkap akibat pendapatnya yang diunggah di internet. Sementara dalam lima tahun terakhir, sebanyak 744 orang ditangkap dan 676 di antaranya dipenjara atas pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Hal yang sama juga terjadi pada penilaian di bidang hukum yang cenderung jalan di tempat. Pada Agustus 2020, kepuasan responden di bidang hukum 62,5 persen. Angka ini cenderung bertahan di 63,4 persen pada Januari 2021 atau hanya bergeser kurang dari 1 persen.
Dari seluruh aspek penilaian di bidang hukum, penuntasan kasus HAM menjadi yang paling problematik. Selama setengah tahun terakhir, tingkat kepuasan respons terhadap aspek ini menurun di angka 56,5 persen dari 58,3 persen. Setali tiga uang, aspek kesetaraan di mata hukum juga makin dipersoalkan publik. Selama rentang waktu itu terjadi penurunan kepuasan 1,5 persen dari 59,2 persen menjadi 57,7 persen.
Dalam hal ini, kesetaraan di mata hukum dan penuntasan kasus HAM memang saling berkelindan. Mencuatnya kasus kekerasan aparat, kriminalisasi, dan dugaan pelanggaran HAM yang dialami para aktivis hingga masyarakat umum setahun terakhir bisa jadi alasan munculnya ketidakpuasan publik. Selain itu, mandeknya agenda penuntasan kasus HAM yang sebelumnya dijanjikan bisa jadi alasan dari fenomena penurunan tingkat apresiasi publik.
"Isu korupsi tetap menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Apalagi, skor indeks persepsi korupsi Indonesia yang dirilis Transparency International (TI) pada 2020 turun di angka 37 (skala 0-100). Ini menjadi alarm keras mengingat sejak Indonesia pertama kali dinilai oleh TI pada 1995, baru kali ini mengalami penurunan skor"
Meskipun demikian, ada peningkatan apresiasi di bidang kerja pemberantasan korupsi. Tertangkapnya dua menteri dalam pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin mendongkrak penilaian publik.
Hanya saja, harus diakui, isu korupsi tetap menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Apalagi, skor indeks persepsi korupsi Indonesia yang dirilis Transparency International (TI) pada 2020 turun di angka 37 (skala 0-100). Ini menjadi alarm keras mengingat sejak Indonesia pertama kali dinilai oleh TI pada 1995, baru kali ini mengalami penurunan skor.
Pada akhirnya, kesuksesan pemerintah dalam penanganan pandemi menjadi kunci bagi publik menilai kinerjanya. Jika kinerja di bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial dinilai makin baik, pemerintah masih perlu bekerja keras memperbaiki kinerja di bidang politik, hukum, dan keamanan. Salah satunya, dalam kebebasan berpendapat.
Sumber: KOMPAS
Posting Komentar untuk "Kerja Pemerintah Mengatasi Pandemi Diapresiasi Publik "
Sila kirim tanggapan atau saran...