Libatkan Orangtua dalam Pemantauan Aktivitas Digital Anak

Orangtua perlu dilibatkan agar dapat memahami aktivitas digital anak. Hal itu dilakukan dengan belajar perkembangan teknologi dan membangun komunikasi dengan anak.

Orangtua dinilai perlu memahami aktivitas digital anak, khususnya saat penggunaan internet meningkat selama pandemi. Komunikasi antara orangtua dan anak, pola asuh, serta ketersediaan materi belajar tentang teknologi penting agar orangtua bisa memantau serta melindungi anak di dunia maya.

Menurut survei Alvara Research Center pada Juni 2020, konsumsi internet masyarakat Indonesia meningkat menjadi lebih dari tujuh jam sehari. Survei yang sama pada 2019 menunjukkan konsumsi internet sebanyak 4-6 jam per hari. Peningkatan terjadi pada penduduk di kelompok usia muda dan tua. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 menyebutkan 25,6 persen pengakses internet adalah anak berusia 5-18 tahun.

Head of Public Policy TikTok Indonesia, Malaysia, dan Filipina Donny Eryastha mengatakan, lingkungan siber yang aman bagi anak perlu ditingkatkan. TikTok pun mengeluarkan Toolkit Keamanan Keluarga. Toolkit itu berisi sepuluh tips pengasuhan digital dan petunjuk menggunakan fitur pengawasan untuk orangtua.

”Semoga ini menjadi sumber edukasi sekaligus panduan yang komprehensif bagi para orangtua di Indonesia,” kata Donny pada pertemuan daring, Rabu (10/2/2021). ”Perhatian kami kini fokus pada pengembangan kebijakan, investasi teknologi, dan tim moderasi agar TikTok jadi tempat yang aman dan nyaman untuk seluruh pengguna,” tambahnya.


Hasil survei Alvara Research Center pada Juni 2020 menunjukkan konsumsi internet masyarakat Indonesia meningkat menjadi lebih dari tujuh jam sehari. Survei yang sama pada 2019 menunjukkan konsumsi internet sebanyak 4-6 jam per hari. Peningkatan terjadi pada penduduk di kelompok usia muda dan tua.

Peluncuran panduan itu dalam rangka Hari Aman Berinternet Sedunia (Safer Internet Day) yang tahun ini diperingati pada 9 Februari. Donny mengatakan, platformnya ditujukan untuk pengguna berusia di atas 14 tahun. Pemilik akun berusia di bawah 14 tahun langsung diatur pihak TikTok ke mode pribadi (private). Konten yang diunggah di akun pribadi tidak dapat dilihat orang lain secara publik.

Dua dari tiga anak berusia 8-12 tahun rentan terpapar risiko siber. Risiko itu antara lain perundungan siber, konten kekerasan dan seksual, ancaman siber, ancaman reputasi pribadi, hingga mengalami kontak berisiko dengan orang asing secara luring.

Adapun pemilik akun berusia di bawah 16 tahun tidak dapat menggunakan fitur pesan langsung dan mengadakan siaran langsung. Pemilik akun berumur di bawah 18 tahun tidak dapat mengirim maupun menerima hadiah lewat fitur hadiah virtual di TikTok.

”Ada sejumlah fitur yang bisa digunakan orangtua, seperti Family Pairing untuk menyinkronkan akun milik orangtua dengan anak. Orangtua bisa mengatur konten apa saja yang bisa dikonsumsi anak, screen time (waktu menatap layar gawai), hingga mengatur siapa saja yang bisa berkomentar di unggahan anak,” ujar Donny.


Tangkapan layar tampilan fitur Family Pairing pada platform TikTok. Fitur ini menyinkronkan akun milik orangtua dengan anak. Dengan ini, orangtua dapat memantau aktivitas digital anak, termasuk mengatur konten apa saja yang bisa dikonsumsi anak, screen time (waktu menatap layar gawai), hingga mengatur siapa saja yang bisa berkomentar di unggahan anak.

Adapun TikTok menghapus lebih dari 104 juta video di seluruh dunia pada semester pertama 2020. Video dihapus karena melanggar pedoman komunitas, antara lain perilaku kebencian, aktivitas ilegal, konten kekerasan, pelecehan dan perundungan, serta tindakan menyakiti diri.

Sementara itu, Instagram menetapkan batas minimal pengguna adalah 13 tahun sejak Desember 2019. Pengguna baru diwajibkan mengisi tanggal lahir saat mendaftar. Kepala Produk Instagram Vishal Shah pada Reuters mengatakan, tanggal lahir tidak akan tampak ke pengguna lain.

”Memahami orangtua itu penting untuk pekerjaan kami. Tidak hanya untuk menciptakan pengalaman yang sesuai usia, tetapi untuk memenuhi aturan lama kami untuk melarang akses ke orang muda,” katanya.

Peran orangtua

Menurut Kepala Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hendarman, penguatan karakter diperlukan agar anak bisa menggunakan internet dengan bijak. Peran orangtua dibutuhkan. Pendidikan karakter bisa terjadi jika orangtua mampu membangun hubungan batin yang baik dengan anak.

”Karakter tidak bisa tumbuh mendadak. Ada proses panjang hingga karakter terbentuk. Orangtua memegang peranan penting,” ujarnya.

Hendarman mendorong orangtua menerapkan konsep CINTA yang dikembangkan Kemendikbud. Konsep itu mencakup menjadi contoh atau teladan untuk anak, mengingat tujuan positif pengasuhan, normalisasi diskusi beragam isu, menjadi tempat aman dan nyaman untuk anak bercerita, serta mengamati momen pembelajaran untuk anak.

Intan Gurnita Widiatie, ibu rumah tangga dan CEO label musik Sorai, mengatakan, ia membuka lebar-lebar kesempatan berdiskusi dengan anaknya tentang semua isu. Ia pun belajar menggunakan media sosial.

”Anak mendorong saya untuk buat video di TikTok. Saat ini saya masih belajar. Memang orangtua yang harus approach (menghampiri) anak di era sekarang,” ujar ibu penyanyi Nadin Amizah itu.

Potensi risiko

Berdasarkan laporan Child Online Safety Index 2020, dua dari tiga anak berusia 8-12 tahun rentan terpapar risiko siber. Risiko itu antara lain perundungan siber (45 persen), konten kekerasan dan seksual (29 persen), ancaman siber (28 persen), ancaman reputasi pribadi (39 persen), hingga mengalami kontak berisiko dengan orang asing secara luring (17 persen). Data diperoleh setelah melakukan survei pada 145.426 anak dan remaja di 30 negara, termasuk Indonesia.

Laporan yang sama menyebut keamanan anak Indonesia di dunia maya masih rendah. Indonesia menempati peringkat ke-26 dari 30 negara dengan skor 17,5. Sementara itu, skor rata-rata secara global adalah 42. Spanyol berada di peringkat pertama dengan skor 75,6.

Adapun Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat tiga risiko anak di ranah digital. Pertama, kekerasan siber, termasuk eksploitasi seksual secara daring, paparan konten radikalisme, dan konten eksplisit. Kedua, adiksi siber, baik terhadap gim daring, penggunaan gawai, maupun pornografi. Ketiga, perundungan siber.

Sebelumnya, Tenaga Ahli Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bhredipta Socarana berujar, pemerintah berkomitmen membuat lingkungan daring ramah anak. ”Beberapa yang kami lakukan adalah patroli siber selama 24 jam, memantau media sosial dan situs-situs di internet. Kami bersihkan internet agar anak aman dan nyaman saat mengaksesnya,” ujarnya.

Sumber: KOMPAS
Kang Warsa
Kang Warsa Sering menulis hal yang berhubungan dengan budaya, Bahasa, dan kasukabumian.

Posting Komentar untuk "Libatkan Orangtua dalam Pemantauan Aktivitas Digital Anak"