Soekaboemi Tempo Doeloe

Alam semesta diciptakan berdasarkan rumusan dan hukum-hukum kesetaraan serta keseimbangan. Algoritma yang tersedia di alam merupakan sekumpulan rumus kompleks dan teridiri dari angka-angka.

Dari angka-angka inilah, manusia membuat formula bukan sekadar melalui rumus fisika dan matematika yang njelimet juga disematkan pada serangkaian kisah.

Pada akhirnya, kehidupan manusia dari masa ke masa dibentuk oleh sajian berbagai kisah. Orang Yunani Kuno menuliskannya dalam sebuah pentas tragedi, kisah manusia yang berujung pada linangan air mata dan kepedihan, keterpisahan manusia dengan apa yang dicintainya.

Kisah-kisah masa lalu dihadirkan oleh manusia masa kini melalui berbagai pendekatan, mulai dari keilmuan yang saintifik hingga mitologi yang klenik. Kedua pendekatan ini tampak saling bertolak belakang, padahal hanya merupakan dua penafsiran berbeda terhadap satu objek yang sama.

Seorang ilmuwan akan mengisahkan Era aksial sebagai era awal mulai manusia bercengkrama dengan pandangan religius berdasarkan penemuan artefak dan peninggalan manusia era tersebut.

Pada saat yang sama seorang penganut mitologi akan menghadirkan era aksial melalui sudut pandang klenik, misalnya melalui praktik “memanggil arwah leluhur” yang dipandang dapat merasuki tubuh seseorang. Informasi masa lalu kemudian dibicarakan oleh seseorang yang dirasuki oleh arwah leluhur dengan ceracau atau ucapan yang melompat-lompat.


Soekaboemi Heritages

Manusia modern memiliki kepentingan saat mereka mencoba menggali kehidupan masa lalu. Orang-orang Eropa mulai menggali dan mengkaji sejarah leluhur mereka melalui kajian-kajian yang mereka anggap paling ilmiah sudah tentu memiliki tujuan.

Sebagai contoh, Darwin melakukan penelitian asal-usul leluhur manusia sekadar untuk membuktikan ras orang-orang Eropa telah mencapai puncak evolusi tertinggi dibandingkan ras lainnya. Penelitian Darwin tampak ilmiah karena memang dilakukan berdasarkan langkah-langkah yang telah dibakukan oleh orang-orang Eropa.

Hasil penelitian Darwin selain memicu kontroversi juga memunculkan versi lain yang mengubah pandangan orang-orang Eropa sebagai ras manusia unggul dari ras-ras lainnya. Kisah seperti di atas terus dihadirkan dari waktu ke waktu, hingga membentuk kebenaran yang pseudo: anggapan kulit putih lebih bagus dari kulit gelap telah memengaruhi pikiran sebagian besar bangsa kita.

Di bagian lain, pikiran sebagian besar manusia memandang Sri Rama sebagai sosok pahlawan sejati karena dia berasal dari ras Arya, sementara Rahwana dari Alengka Dirja dipandang sebagai sosok jahat dalam kisah karena berasal dari ras Dravida berkulit gelap.

Pemantik padangan seperti ini dapat juga disebabkan oleh cara pandang sebagian besar manusia terhadap terang dan gelap, putih dan hitam, serta baik dan buruk. Untuk menstandarisasi rupa dan wajah pun, kita sering terjebak pada asumsi ketampanan dan kecantikan versi Arya.


Soekaboemi Heritages

Orang-orang Sukabumi modern pada awalnya tidak terlalu konsern membahas masa lalu kehidupan wilayahnya sendiri. Apalagi di masa Orde Baru kajian-kajian yang mengarah kepada cara baru dan menghasilkan gagasan baru sering dipandang kontroversial.

Di masa Orde Baru, mayoritas orang Sunda menerima kisah-kisah leluhur mereka berdasarkan cerita yang telah direkayasa. Bahkan, kerajaan Pajajaran pun sering ditempatkan pada wilayah klenik.

Orang yang bekerja sampai malam akan dikaitkan dengan kalimat: manéh kawas Pajajaran, gawé nepi ka peuting kieu! (Kamu seperti orang yang kerasukan Pajajaran, bekerja sampai lupa waktu).

Citra negatif ini sebagai pengaruh kekuasaan Orde Baru yang tidak dapat menyembunyikan sikap Jawa Sentris sebagai pengaruh dari “Kisah Perang Bubat”, kisah yang harus diteliti ulang validitasnya oleh para ahli sejarah.


Buku J.M Knaud

Orang-orang Sukabumi –secara umum- baru mulai mencari-cari jati diri dan jejak leluhurnya di masa reformasi. Pencarian seperti ini di masa sebelumnya hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu yang memiliki akses kepada pemerintah, misalnya melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Penelusuran jejak masa lalu kadang dilakukan secara sporadis hingga menimbulkan penafsiran beragam tentang masa lalu Sukabumi. Situasi ini sebagai pengaruh dari euforia kebebasan berpendapat, semua harus dilakukan serba cepat, mandeknya sumber-sumber primer dan catatan Sukabumi di masa lalu hanya pada periode De Wilde (abad ke 19), dan kurangnya penelitian dilakukan secara mendalam oleh para sejarawan.

Maka, ketika ada pertanyaan bagaimana situasi dan kondisi sosial kultural Sukabumi di masa lalu? Hipotesa pertama terhadapnya dibatasi oleh kehidupan manusia Sukabumi di era kolonial, karena keterbatasan sumber sejarah tadi.

Seorang Belanda, J.M Knaud pernah menulis kisah Sukabumi dalam catatan: Herinneringen Aan Soekaboemi (Sukabumi Dalam Kenangan). Catatan ini menjadi salah satu sumber rujukan kehidupan sosial dan kultural Sukabumi di masa lalu. Knaud menulis catatan berdasarkan informasi dari orang-orang Sukabumi sendiri.

Namun tentu saja, catatan ini tak luput dari interpretasi Knaud sebagai seorang Belanda terhadap kondiai sosial kultural pribumi yang tidak memiliki ikatan organis perasaan antara penulis dengan manusia saat itu.

Apalagi catatan tersebut lebih besar dipengaruhi oleh kepentingan Belanda dalam memetakan budaya wilayah yang ingin mereka kuasai. Buku ini sangat penting dikaji, selain menyajikan informasi masa lalu, juga dapat memberikan gambaran umum bagaimana sebaiknya manusia modern dalam memperlakukan jejak masa lalu leluhurnya.

Manusia Sukabumi modern dengan alasan apapun memang sudah semestinya membangun kembali kisah leluhur mereka. Paling tidak, ada dua dampak yang dapat dirasakan oleh generasi sekarang. Pertama, menghadirkan kisah masa lalu sama dengan menapaktilasi jejak-jejak leluhur mereka sendiri sebagai upaya menghargai asal-usul manusia Sukabumi.

Kedua, menjelajahi jejak masa lalu dapat memantik upaya konservasi terhadap tradisi, kebiasaan, dan kearifan lokal yang sudah jarang ditampilkan di masa kini karena segregasi budaya yang semakin menguat.

Sampai sekarang, manusia Sukabumi modern masih mencari-cari budaya azali leluhurnya karena leluhur mereka sendiri jarang mewariskan jejak-jejak masa lalu melalui artefak dan tulisan selain bahasa verbal.

Alasan paling sederhana di balik kekurangan sumber primer ini tentu saja leluhur orang Sukabumi sebagai bagian dari manusia Sunda sering mengedepankan “tali paranti” atau tetapan etika kasundaan.

Leluhur orang Sukabumi sebagai bagian dari manusia Sunda tidak menghendaki keturunannya terjebak pada sikap tekstual.


Soekaboemi Heritages

Mereka bukan tidak memiliki kemampuan literasi, melainkan mengedepankan cara pandang atau visi ke depan agar anak-cucunya memahami kehidupan sesuai dengan perkembangan zaman.

Tidak terjebak pada sikap rigid. Kelemahan dari sikap ini tentu saja memengaruhi penafsiran dan penerjemahan terhadap warisan verbal secara beragam dan cendering tidak serupa. Sebab, penuturan bahasa bisa mengalami penambahan atau pengurangan konten.

Pencarian jati diri dan jejak masa lalu leluhur Sukabumi selama dua dekade ini terus dilakukan oleh individu, komunitas, masyarakat, dan pemerintah dalam format masing-masing. Lahirnya kepelbagaian penafsiran mengenai Sukabumi di masa lalu –bagi saya- merupakan khazanah kebaruan yang dapat menyajikan menu-menu pilihan bagi generasi sekarang.

Di sisi lain, khazanah seperti ini dapat menjadi latar belakang awal penelitian ilmiah tentang Sukabumi bahkan dapat menjadi pijakan awal ke arah penelitian ilmiah tentang Sukabumi.

Acara yang digagas oleh Yayasan Dapuran Kipahare beberapa minggu lalu bertajuk Soekaboemi Tempo Doeloe menjadi salah satu penanda bagaimana kisah-kisah masa lalu dihadirkan di masa kini.

Tujuan kegiatan seperti ini –kemungkinan besar- dilandasi oleh semangat masyarakat pecinta sejarah Sukabumi untuk memperkenalkan “waruga” Sukabumi di masa lalu, terlebih dari akhir abad 18 sampai era sebelum kemerdekaan.


Soekaboemi Heritages

Sementara itu, untuk benar-benar kembali ke masa lalu, manusia Sukabumi memang harus memiliki piranti lunak agar mereka dapat memasuki kepala leluhurnya. Masa lalu hanya dapat dilihat oleh manusia-manusia yang hidup di zaman itu.

Lantas, apa cara yang harus ditempuh oleh generasi sekarang agar dapat memasuki isi kepala leluhurnya yang terpisal ruang dan waktu ratusan hingga ribuan tahun?

Teknologi terbaru apa yang dapat menghubungkan otak manusia modern dengan kepala leluhurnya agar informasi masa lalu dapat ditransferkan ke masa kini? Dapatkan manusia modern mengakses informasi masa lalu tanpa piranti keras (misalnya neuron dan kabel)?

Teknologi terbaru memang telah berhasil mengetahui cara menentukan umur benda-benda purbakala melalui uji karbon. Citra satelit juga dapat mengidentifikasi permukaan geosfer Bumi masa lalu. Walakin, teknologi paling canggih saat ini baru memulai penelitian untuk mengidentifikasi sisa-sisa partikel masa lalu yang memuat miliaran informasi yang tersedia di alam dan di dalam diri manusia.

Bukan tidak mungkin, saat mesin cerdas telah diproduksi oleh manusia, mesin-mesin cerdas ini dapat membuat formula dan menyusun beberapa kemungkinan yang terjadi di masa lalu. Partikel-partikel yang melayang di lapisan teratas Bumi mengandung informasi masa lalu, kemungkinan besar, sebuah mesin cerdas di masa depan dapat mengumpulkan, menganalisis, dan merangkum informasi di masa lalu.


Sukabumi di Masa Pandemi, Sumber: KPD Kota Sukabumi

Menunggu kehadiran mesin cerdas yang memiliki kemampuan mendeteksi dan mengumpulkan partikel informasi masa lalu memerlukan waktu yang masih lama. Atas alasan ini, manusia Sukabumi modern dituntut untuk menggunakan cara lain agar mereka memiliki kemampuan mengoleksikan partikel informasi masa lalu kemudian mengasosiasikan dan menuturkannya dalam diskusi-diskusi terbatas sebagai salah satu bagian dari metode ilmiah sebelum diteliti oleh para ahli sejarah.

Cara lain yang dapat ditempuh yaitu: manusia Sukabumi modern harus memiliki kekuatan hebat agar sel-sel yang ada dalam tubuh mereka dapat terhubung dengan partikel informasi masa lalu kemudian direspon oleh otak.

Manusia Sukabumi modern harus mulai membangun kesadaran, setiap apapun yang berada di alam, sejak alam ini diciptakan sampai sekarang, merupakan rangkaian formula ilmiah dan akan selalu ilmiah.

Segala sesuatu memang telah diciptakan oleh Allah atas perhitungan dan takaran yang tepat.

Dimuat Radar Sukabumi, 26 Juli 2023
Sumber Photo: Soekaboemi Heritages
Kang Warsa
Kang Warsa Sering menulis hal yang berhubungan dengan budaya, Bahasa, dan kasukabumian.

Posting Komentar untuk "Soekaboemi Tempo Doeloe"