SISI GLOBALISASI

Paul Krugman, seorang ekonom dan penulis di Newyork Times menyebut globalisasi sebagai "gombalisasi" ketika telah melenceng jauh dari apa yang diharapkan.

Bagi semua orang, globalisasi telah dimulai pasca revolusi industri dan mulai berkembang sedemikian pesat pada tahun 1996 saat seorang Inggris bernama Ferranti membangun perusahaan kecil penyedia layanan telekomunikasi yang bisa menciptakan teknologi jika "waktu bisa ditukar dengan uang".

Globalisasi telah menciptakan hal-hal baru dan paling baru. Sebuah adagium sederhana dikatakan oleh Lee Kwan New, "peradaban selalu lahir dan tumbuh dengan baik di daerah-daerah bersuhu sejuk." Dan di era globalisasi, suhu-suhu sejuk bisa diciptakan. Suhu sejuk tidak hanya bisa dinikmati di daerah-daerah pegunungan, di kamar-kamar kecil di sebuah tempat yang terletak di gurun pasir dan savana pun suhu sejuk bisa lahir, orang-orang mamasang AC di kamar-kamar dan di ruang-ruang kerja, peradaban besar mudah terlahir kembali.

Dengan jaringan nir-kabelnya, globalisasi telah mampu mematikan roda, bahkan membunuh kaki-kaki manusia. Silaturahmi bisa dilakukan dengan cara mengirim sms, pesan lewat FB, atau ber-mention-mentionan melalui twitter. Beberapa tahun lalu (2003), seorang sopir angkutan umum pernah mengeluh kepada Saya, " Lebaran tahun ini, penumpang semakin berkurang saja. Mereka melakukan silaturahmi cukup dengan ponsel." Keluhan itu disampaikan ketika ponsel mulai menjadi trend di dalam kehidupan.

Globalisasi telah membunuh jarak. Seorang presiden bisa berbalas mention dengan seorang tukang cukur di dalam twiter. Seorang pemred sebuah media massa bisa saling sapa dengan para penjual koran asongan. Seorang ketua partai bisa menyapa kader-kadernya tanpa harus turun ke daerah-daerah. Masyarakat di negara ini bisa melihat-lihat bagaimana baik dan bagusnya penataan ruang-ruang publik di negara-negara maju meskipun sampai saat ini para anggota DPR masih senang melakukan studi-studi banding ke negara-negara maju padahal bisa ditonton melalui youtube.

Globalisasi telah membangun satu désa baru bernama kampung global. Wilayah kekuasaannya lebih luas dari Imperium Romawi atau kekhalifahan Turki Utsmani, Novus Ordo Sclorum kaum Illuminati pun tergerus oleh Global Village ini. Budaya-budaya bergenre metro-pop tercipta: globalisasi telah mampu mencukur habis alis-alis perempuan kaum neo-urban, mencoklatkan dan memerahkan rambut hitam orang-orang Sunda, mentraslatasikan bahasa-bahasa dunia dalam logat lokal, dan meng-Korea-kan gadis-gadis di negeri ini, rambut ikal dan keriting diluruskan dengan reboinding (meskipun mereka harap-harap cemas, takut suatu hari nanti rambut lurus reboinding tersebut akan mengkriting kembali).

Di dalam sebuah Kampung Global itu, telah lahir agama-agama baru dengan milyaran pengikut (followers), mengalahkan agama-agama konvensional yang telah lama ada. Nabi-nabi baru terlahir memberikan khotbah-khotbah pada status di FB atau di twiter dan di jejaring sosial lainnya. Kitab suci agama baru ini bernama TIMELINE (dibaca Temlen), berisi petuah-petuah bijak, bagaimana cara menghadapi hidup, manajemen konflik, etika berpolitik, dan sesekali menampilkan perang kata-kata dalam bentuk tulisan (twit-war).

Tuhan-tuhan baru di dalam Kampung Global bernama 'tritunggal': smartphone-televisi-komputer. Penyembahan dan pemujaan terhadap Tuhan baru ini lebih intens dari pemujaan kepada Dia Yang Maha Segala. Orang Islam hanya butuh waktu 5 waktu dalam sehari bersujud kepadaNya, orang Kristen hanya perlu seminggu sekali melakukan kebaktian. Namun, para penduduk Global Village, memuja dan menyembah 'Tritunggal' hampir setiap waktu, tidak akan pernah lupa membawanya ke mana saja mereka pergi. Tasbih-tasbih pemujian mereka adalah keypad dan keyboard, jutaan kata terlahir dari dua benda tersebut.

Tidak bisa dipungkiri, kita lah, generasi 70 sampai 2000an para penduduk Kampung Global ini. Percepatan revolusi Internet hanya butuh waktu 7 tahun saja dari kecepatan Revolusi Industri yang memerlukan waktu hingga 100 tahun. Kartu Tanda Penduduk (ID-Card) kita sebagai penduduk Kampung Global telah tertanam di dalam lembaran-lembaran virtual yang dihubungkan satu sama lain dengan sebuah jaringan bernama internet. Kita tidak bisa lari dan bersembunyi darinya. Seorang tukang parkir di pinggir jalan akan melakukan pekerjaan yang dulu hanya bisa dilakukan oleh kaum Aristokrat yaitu menulis sebuah status. Kang Mama di kampungku sudah bisa melakukan apa yang dilakukan oleh Obama. [ ]

KANG WARSA | GURU PKN
Dikirim Melalui Blackberry

Posting Komentar untuk "SISI GLOBALISASI"