Masa kampanye dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 – mau tidak mau – harus diakui, dipenuhi oleh hal-hal yang seharusnya tidak perlu bahkan dilarang oleh peraturan dan perundang-undangan, kampanye hitam (Black Campaign).
Secara bahasa kampanye hitam merupakan sebuah proses terstruktur; adanya penggunaan metode rayuan yang merusak, sindiran atau rumors yang tersebar mengenai sasaran kepada para kandidat atau calon kepada masyarakat agar menimbulkan presepsi yang dianggap tidak etis terutama dalam hal kebijakan publik.
Kampanye hitam ini dilakukan bukan tanpa alasan dan cuma-cuma, di setiap penyelenggaraan pesta demokrasi di belahan dunia ini, akan selalu ada aktor intelektual di balik tersebarnya issue-issuetidak etis, diskriminatif, dan menyudutkan salah satu atau beberapa kandidat. Pola kerjanya efisien, karena bermain pada tataran emosional masyarakat pemilih.
Dalam beberapa kasus penyelenggaraan pemilu sejak era tahun 1970 hingga sekarang, baik di negara ini maupun di negara luar , tim pemenangan dan konsultan politik yang melakukan kampanye hitam sama sekali tidak didasari oleh motif balas dendam terhadap kubu lawan politik, mereka justru melakukan strategi langsung tembak, fokus kepada sasaran, kemudian dihembuskan agar memiliki efek domino.
Konsultan politik yang membidangi kampanye hitam ini memiliki peran penting sebagai think-tank-nya tim pemenangan. Mereka pandai dalam mengolah data, bukan hanya mengolah tapi meracik data sendiri, issue-issueyang dilontarkan memang diciptakan agar terpola dengan baik, memanfaatkan kecendrungan emosional masyarakat. Jika di negara ini PKI dan Sosialisme masih merupakan momok menakutkan, maka issue-issuestrategis yang dihembuskan oleh mereka adalah mengangkat simbol-simbol komunisme terhadap kubu lawan politik. Dan sampai saat ini, issue agama , ras, dan keyakinan masih efektif digunakan dalam menembak jatuh lawan politik.
Para konsultan ‘kampanye hitam’ melemparkan issue primer kepada masyarakat melalui berbagai media. Issuemenyebar secara sporadis, bersentuhan secara emosional dengan masyarakat, tanpa harus diperintah oleh siapa pun, hubungan emosional antara issue yang menyebar dengan masyarakat akan disebar ulang menjadi berbagai varian issue. Seperti contoh; Issue Nazi saat masa kampanye kemarin tidak berdiri begitu saja, ia dibangun oleh varian-varian lain; Himmler, seragam tentara S.S, Swastika, dan symbol penghormatan a la Hitler.
Ketika issue ‘kampanye hitam’ ini telah dicerna oleh masyarakat, terjadi perubahan konstelasi dan struktur kehidupan di masyarakat. Kerahamah tamanah berubah menjadi kegersangan sikap. Persahabatan menjadi permusuhan. Potensi kejatahan akan lebih mendominasi dari pada potensi-potensi kebaikan. Kenapa demikian? Karena tujuan utama dalam kegiatan kampanye hitam adalah meruntuhkan sendi dan asas demokrasi; dari kekeluargaan (siap kalah dan siap menang) menjadi ‘ kami yang terbaik.’ Landasan berpijak demokrasi telah retak, posisi antara kubu A dengan kubu B saling berbenturan menjadi kubu kawan dan musuh. Demokrasi jatuh ke dalam jebakan antara kalah dan menang, bukan lagi benar dan salah.
Saat masyarakat arus bawah (seperti kita) berdebat, saling klain kebenaran, saling hasud, para kandidat sendiri –atas bisikan tim pemenangan – melakukan politik pencitraan, memoles diri dengan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan. Akar rumput baku hantam dalam permusuhan sementara para elit berkontes ria. Bandul demokrasi bergeser ke lembah terburuk; mobokrasi mewujud, pemerintahan dipimpin oleh elite yang haus kuasa dan jabatan dengan menghalalkan segala cara untuk berkuasa. [ ]
KANG WARSA | GURU PKN
Posting Komentar untuk "KAMPANYE HITAM"
Sila kirim tanggapan atau saran...