Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang diakses secara daring, ketupat berarti makanan yang dibuat dari beras yang dimasukkan ke dalam anyaman pucuk daun kelapa, berbentuk kantong segi empat dan sebagainya, kemudian direbus, dimakan sebagai pengganti nasi.
Dari penjelasan itu, kita bisa mengetahui bahwa KBBI, tidak mengaitkan makanan ketupat dengan fakta di masyarakat yang biasanya menjadikannya sebagai makanan khas Lebaran, terutama Idul Fitri. Tak heran kemudian, ketupat sering menjadi penghias ucapan selamat Lebaran.
Memang, ketupat tidak hanya disajikan pada saat Lebaran, makanan itu bisa ditemukan dalam keseharian di pasar-pasar atau pedagang kupat tahu keliling.
Di dalam bahasa Sunda, ketupat itu disebut kupat. Kata itu, kemudian bisa mengandung makna baik dan buruk sekaligus, tergantung konteks kalimatnya.
Menurut budayawan Hawe Setiawan, pada bahasa Sunda, kata kupat yang dijadikan kata kerja (ngupat), memiliki dua makna.
Menurut esais dalam bahasa Sunda dan Indonesia ini, dalam kebudayaan Sunda kata kupat terdapat dalam sebuah nyanyian guyon:
“Geuningan paribasa "dua kali dua sami sareng opat//mun geus pinter ngadu'a sok meunang kupat". "Opat kali opat genep welas//mun teu nyieun kupat hartina teu boga beas," ungkap pria kelahiran Subang ini.
Kreasi Orang Pesantren
Sementara budayawan asal Sukabumi, Suwarsa, mengatakan, ngupat dalam bahasa Sunda bisa nyieun (membuat ketupat) atawa ngadahar kupat (memakan ketupat).
Sementara, lanjutnya, ngupat yang berarti ngomongkeun batur (menceritakan orang lain) berasa dari bahasa Indonesia, mengumpat, memburuk-burukan pihak lain.
NU Online Jabar kemudian membuka KBBI daring mengumpat. Penjelasannya demikian: pertama, mengeluarkan umpat(an); memburuk-burukkan orang; mengeluarkan kata-kata keji (kotor) karena marah (jengkel, kecewa, dan sebagainya). Kedua, mencerca; mencela keras. Ketiga, mengutuk orang karena merasa diperlakukan kurang baik; memaki-maki.
“Sok basa Sundana tukang ngomongkeun batur naon? Ngadoni oge tina basa Arab: dzan, artinya prasangka,” jelasnya.
Menurut Kang Warsa ngupat yang berarti mengumpat untuk menerjemahkan surat Al-Humazah bisa dipastikan merupakan kreasi orang pesantren.
“Jaman abdi mondok ogé tos janten babasaan,” katanya.
Sumber: NU Online Provinsi Jawa Barat
Pewarta : Abdullah Alawi
Dari penjelasan itu, kita bisa mengetahui bahwa KBBI, tidak mengaitkan makanan ketupat dengan fakta di masyarakat yang biasanya menjadikannya sebagai makanan khas Lebaran, terutama Idul Fitri. Tak heran kemudian, ketupat sering menjadi penghias ucapan selamat Lebaran.
Memang, ketupat tidak hanya disajikan pada saat Lebaran, makanan itu bisa ditemukan dalam keseharian di pasar-pasar atau pedagang kupat tahu keliling.
Di dalam bahasa Sunda, ketupat itu disebut kupat. Kata itu, kemudian bisa mengandung makna baik dan buruk sekaligus, tergantung konteks kalimatnya.
Menurut budayawan Hawe Setiawan, pada bahasa Sunda, kata kupat yang dijadikan kata kerja (ngupat), memiliki dua makna.
“Dina basa Sunda, kecap pagawean ngupat ngadua harti, kahiji nyieun kupat. Kadua, ngomongkeun batur,” katanya.
Menurut esais dalam bahasa Sunda dan Indonesia ini, dalam kebudayaan Sunda kata kupat terdapat dalam sebuah nyanyian guyon:
“Geuningan paribasa "dua kali dua sami sareng opat//mun geus pinter ngadu'a sok meunang kupat". "Opat kali opat genep welas//mun teu nyieun kupat hartina teu boga beas," ungkap pria kelahiran Subang ini.
Kreasi Orang Pesantren
Sementara budayawan asal Sukabumi, Suwarsa, mengatakan, ngupat dalam bahasa Sunda bisa nyieun (membuat ketupat) atawa ngadahar kupat (memakan ketupat).
Sementara, lanjutnya, ngupat yang berarti ngomongkeun batur (menceritakan orang lain) berasa dari bahasa Indonesia, mengumpat, memburuk-burukan pihak lain.
NU Online Jabar kemudian membuka KBBI daring mengumpat. Penjelasannya demikian: pertama, mengeluarkan umpat(an); memburuk-burukkan orang; mengeluarkan kata-kata keji (kotor) karena marah (jengkel, kecewa, dan sebagainya). Kedua, mencerca; mencela keras. Ketiga, mengutuk orang karena merasa diperlakukan kurang baik; memaki-maki.
Menurut pria yang akrab disapa Kang Warsa ini, latar belakang kata mengumpat digunakan oleh orang Sunda karena tidak memiliki padanan dalam mengartikan surat Al-Humazah.
“Sok basa Sundana tukang ngomongkeun batur naon? Ngadoni oge tina basa Arab: dzan, artinya prasangka,” jelasnya.
Menurut Kang Warsa ngupat yang berarti mengumpat untuk menerjemahkan surat Al-Humazah bisa dipastikan merupakan kreasi orang pesantren.
“Jaman abdi mondok ogé tos janten babasaan,” katanya.
Sumber: NU Online Provinsi Jawa Barat
Pewarta : Abdullah Alawi
Posting Komentar untuk "Ketupat dalam Bahasa Sunda Mengandung Makna Baik dan Buruk"
Sila kirim tanggapan atau saran...