Pola budaya seperti ini lahir sebagai pengejawantahan kebersamaan
dan persamaan manusia dengan kosmos (alam raya). Manusia Sunda bisa dikatakan sebagai
kelompok tradisional, dikatakan seperti itu memang wajar karena secara
historis, akar kebudayaan dan peradaban dunia ini berasal dari satu sumber dan
ajaran, sebagai software di alam semesta ini. Software atau
perangkat lunak akan dikatakan sebagai perangkat lunak terpercaya ketika ada
kesinambungan antara hardware (Kosmos) dengan software-nya
(Mikro-kosmos). Jika terjadi benturan atau konflik, maka sudah bisa dipastikan
keharmonian semesta akan berubah menjadi anomik.
Durkheim menyebutkan dalam teori ‘Bunuh Diri” atau Suicide,
penyebab utama lahirnya masyarakat anomi adalah hilangnya atau berubahnya
nilai-nilai harmoni antara diri manusia dengan semesta dan lingungan sekitar. Bisa
dipastikan, masyarakat anomi atau masyarakat menyimpang lahir karena paksaaan
yang berada di luar dirinya ketika manusia ingin menjadi dirinya sendiri. Ciri utama
masyarakat anomi adalah adanya kesenjangan antara kapasitas dirinya dengan
paksaan yang ada di luar dirinya sendiri.
Masyarakat modern dipersatukan oleh sebuah solidaritas karena
dipaksa oleh apa yang ada di luar kapasitas dirinya. Misalkan, lahirnya
kelompok-kelompok atau geng-geng dalam kehidupan tidak ditentukan secara
alamiah bahwa manusia menyukai kelompok-kelompok tersebut melainkan dipaksa
untuk mengikuti dan menjadi bagian dari mereka. Maka, jika paksaan dari luar
ini lebih kuat dari moralitas individu, cara sederhana akan dilakukan, bunuh
diri atau membangun klandestin yang siap memerangi bahkan menghancurkan diri
sendiri sebagai bentuk protes terhadap kelompok lain.
Pemikiran Durkheim berbanding lurus dengan Marx yang menyebutkan, sejarah
dan kehidupan manusia dibentuk oleh pertentangan kelas. Diferensiasi dan
stratifikasi sosial yang terjadi di masyarakat secara alamiah akan terus
bertolak-belakang satu sama lain, lahir in-harmoni, chaos,
perang, pertikaian, dan puncaknya adalah Survival for the fittest dalam
teori Darwin, hanya kelompok unggul yang akan tetap bertahan. Secara umum, tiga
pemikiran tokoh-tokoh tersebut; Drukheim dalam Division of Labour, Marx
dalam Social Conflict, dan Darwin dalam Struggle for Life mengukuhkan
bahwa kehidupan lahir karena adanya pertentangan. Tidak salah, kehidupan modern
akan terus dihinggapi oleh landasan berpijak seperti ini.
Sementara pandangan utama dalam konsep tritangtu adalah lahirnya
keharmonian karena pada dasarnya manusia berasal dari satu sumber yang sama.
Adanya totalitas dan kesinambungan manusia yang dengan yang lain, hilangnya
diferensiasi berdasarkan subyektivitas diri, dan lahirnya kemanunggalan
kehidupan dalam masyarakat. Kesadaran bahwa manusia tidak berbeda dengan
semesta mengharuskan manusia pun menghormati alam dan manusia lainnya. Rakean
Dharmasiksa, dalam Naskah Amanat Galunggung menyebutkan,
pentingnya manusia Sunda menghargai nilai-nilai historis atau masa lalu sebagai
pijakan untuk melangkah saat ini. Hana nguni hana mangké, ada dahulu dan
ada sekarang. Jika dielaborasi lebih jauh, masa kini tidak terlepas dari masa
lalu.
Akar historis semesta dan kehidupan ini berjalan secara harmoni
sesuai dengan kehendak Sang Maha Pencipta. Maka, dalam naskah Amanat Galunggung
tersebut, Dharmasiksa begitu kuat menyebutkan bagaimana semestinya manusia
hidup dalam kehidupan ini agar tetap selaras dan harmoni. Konflik dan
peperangan merupakan hal tabu dalam masyarakat yang memegang teguh tritangtu
sebab kepastian yang lahir dalam kehidupan masyarakat seperti itu adalah
kesejajaran yang dipersatukan oleh fakta subyektif bahwa manusia membutuhkan
orang lain bukan dengan cara paksaan namun memang sudah alamiah.
Struggle for life,
perjuangan dalam tritangtu tidak hanya berhenti pada hal homogen dan tunggal. Tidak
sekadar melampiaskan hasrat penguasaan atau dominasi, sebab dominasi terhadap
apa pun akan menghilangkan keharmonian dan kesejajaran antara -manusia-alam.
Tritangtu , tiga adegan dalam hidup ini menyebar secara sporadis pada beberapa
milyar tahun lalu. Proses turbulensi sosial yang terjadi selama kurun waktu
tersebut mengakibatkan konsep atau software orisinal dari tritangtu
berubah, berganti nama hingga membentuk menjadi ajaran dalam bingkai teologis;
trinitas Mesir Kuno (Ra, Osiris, Isis), trinitas Arab Kuno (Latta, Uzza,
Manaat), trinitas Hebrew (Yahweh, Jahbulon, Elohim), trimurti Hindu (Brahma,
Wisnu, Shiwa). /*
Kang Warsa
Posting Komentar untuk "Tritangtu dan Harmoni Kehidupan"
Sila kirim tanggapan atau saran...